Jumat, 21 Januari 2011

Berakhirlah Cerita

Dan akhirnya melaralah yang berkuasa. Disaat kejujuran tak lagi mampu berdusta, hanya kekaburan yang tersisa. Kini, tak lagi terasa sentuhmu yang kaya akan belaian manja.

Aku tak lagi dapat berkata meskipun rupa tengah dihadapkan dengan sekeping cerminan kaca, sebab kerapuhan telah jauh memasuki nyanyian sang durja yang tengah dilanda remuk rasa. Kehilangan kali ini mungkin bukanlah suatu analogi layaknya memori lampau yang telah berlalu.

Jujur, pilu janganlah dibuka tanya, sebab memang itulah yang sekarang tengah berjaya. Dihantamnya aku pasti terasa lemas tiada berdaya, namun aku tidak akan pernah menyerah untuk memahat semangat pada dinding-dinding yang telah terlihat lelah.

Aku tahu bahwa keadaanlah yang akhirnya memberi paksaan agar kau sakiti dua gumpal hati, yaitu hatiku dan hatimu sendiri. Tetapi hingga detik ini masih tegak ku berdiri meski tengah dirasuki oleh mimpi yang menjelma serupa sepi.

Ini hati…….. lumatlah detak jantungnya agar cepat ia lemas terkuras dan berhenti untuk bernafas. Karena aku sudah puas dengan segala apa yang kau kupas, juga puas dengan siraman asmara hampa yang telah kau retas diatas bekas sebuah puing-puing disuatu teras.

Ini memang bukan suatu panggung pentas, tapi ini adalah sebuah panggung kertas, yang akan merembes dan robek bila diguyur rintihan sang airmata. Dan akulah yang telah menumpahkan banyu bening itu hingga menetesi dasar lantai bersih yang rentan akan curah tangis.

Dan akupun jatuh terjerembab diatas tumpukan airmata yang telah mengering. Disekeliling, bentuknya telah menyerupai bongkahan tajam bergerigi, pun bergerijut bak batuan cadas dipekarangan banyu biru asin. Aku mendekat seraya menyentuh dengan telunjuk. Namun, aaahh, ternyata jemariku robek digoresnya. Sebuah banyu merah kehitaman segar deras mengucur bocor dari ujung jari. Lagi-lagi perih yang hampiri aku. Setetes demi setetes yang jatuh itu adalah simbol perihnya kepedihan yang kini mengisi. Namun aku tak akan pernah menangisi apapun yang telah menjauh pergi.

Usai, musnah harap mencoba gapai sambungan cerita dengan sebatang kayu panjang berkail besi diatasnya. Terlampau tinggi terkait dibumbung oleh mendung. Kini aku ingin kenakan seragam sempurna nuansa hitam, karena inilah saatnya dimana aku dipaksa untuk berkabung atas kisahku yang tiada lagi dapat bersenandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar