Kamis, 09 Desember 2010

Beranda Usang

Tenang seorang lelaki dengan sebatang rokok yang bertengger pada mulutnya duduk diatas gundukan tanah gersang yang nampak telah lama tiada tersirami curah basahan yang biasa terjun menukik kencang dihari yang kelabu. Terlihat ramah kepulan asap yang keluar dari batangan tembakau yang telah dilinting bulat itu bermain bersama dengan udara yang ada disekitarnya. Sesekali terlihat lelaki itu mendengus ketika udara mulai berkumpul membentuk pusaran halibumbu kecil yang menghasut tanah - tanah untuk terbang agar menjadi debu yang menusuk. Tertangkap oleh tatap, Ia membelakangi sebuah rumah tua berbahan kayu lengkap dengan pagar yang juga dijadikan rayap sebagai huniannya. Pagar itu juga mengelilingi sang perokok yang tengah terbuai oleh kenikmatan gulungan asap putih yang masih mengepul itu. Kadang kerap Ia bergumam sendirian. Ia berkata sambil menatap sayu halusnya pasir yang melayang terbang ikut bersama sang angin kecil itu.

"Inilah atapku... Naunganku semasa kecil... Dahulu Ia juga ikut serta orangtuaku dalam rangka membesarkanku.... tak akan pernah Aku dan rokok ku beranjak pergi dari surga ini..."

Mencengangkan.... Iba pun tiada dapat berlaga melawan rentetan kalimat lembut yang penuh emosi yang terangkai dari semangat berwarna jingga yang dengan serta merta Ia keluarkan itu. Hanya hanyut kedalam nuansa yang memang Ia inginkan. Sia belaka jika ingin melawan arus jika arus tersebut melaju deras seperti airmata seorang ibu yang tengah mengalir kencang sebab perasaan yang ingin melindungi darah dagingnya itu.

Giliran Aku yang mendengus....
Mendengus karena tak lagi tahu apa yang harus berlaku agar tiada beku seperti kuku tebal yang sukar dibengkokkan akibat kaku. Hanya dapat mengikuti arusnya melalui lontaran pernyataan yang keluar melalui lisanku,

"Itulah semangatnya... Kemanapun angin berhembus, pasti Ia juga kan kembali kepada alam yang masih berudara...."

Masih terlihat kepulan asap memenuhi udara yang tetap bernafas diatas kepalanya. Namun, kini gulungan nikotin putih itu telah ditelan setengah oleh bara api yang juga ikut serta bernafas bersama dengan udara yang ada diatas kepalanya itu. Sungguh lelah yang mencoba menyusup kedalam dirinya itu telah dengan tidak sopan terusir oleh kencangnya putaran angin yang membungkus tubuhnya.

Kian dalam Lelaki itu menyedot racun yang sedari tadi selalu Ia kepitkan diantara jari telunjuk dan jari tengahnya itu. Terkadang pemandangan berbeda terlihat dari gerakan yang Ia terbitkan yakni dengan menggoyangkan kedua tumit kakinya serentak keatas dan kebawah. Berulang - ulang Ia lakukan hal itu. Tiada penat, tiada bosan Ia lantunkan.

Rumah kayu yang sedari tadi Ia punggungi itu, semakin lama jika diperhatikan dengan seksama oleh kedua mata yang tiada niat sedikitpun untuk meluncurkan penghinaan, maka sudah hampir - hampir mirip dengan reruntuhan bekas peperangan beberapa abad yang lalu. Sekilas memang tiada terbukti, namun setelah tersentuh, maka kan terlihat keretakan sambut menyambut, bahkan hampir nampak seperti sambit menyambit sesama permukaan itu sendiri.

Masih... Lelaki itu duduk tenang dengan batangan rokok yang sudah mulai terasa panas agak menyengat pada jepitan jarinya. Mungkin masih sehisap atau dua hisap yang tersisa dari lintingan itu. Namun, keheranan lagi - lagi bertandang bersama dengan ketidakpuasan yang tetap melarat sebab terlihat lelaki itu terseok mengambil nafas yang juga sudah sekarat. Para otot matanya menyembul memerah bak guratan langit pada saat malam hendak bertamu menenggelamkan sore hari yang hampir memetang.

Namun.... Lelaki itu tak perduli. Meski nafas terengah mulai mencekik urat - urat kebahagiaannya itu, hingga menumbuhkan bibit - bibit penderitaan pada masa penjagaannya. Ia kan selalu duduk diatas gundukan tanah gersang yang selama ini Ia anggap sebuah kursi empuk yang siap menahan kurusnya tulang bagian bawah yang nampak sedikit tajam itu. Ia selalu bersantai didepan teras rumah dengan pagar usang yang mengelilinginya. Dan para rayaplah yang kerap menjadi teman bahkan sahabat dari perlindungannya terhadap jasa - jasa benda mati yang selalu berikannya perlindungan selama ini ketika sang perokok sama sekali belum mengenal apa itu rokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar