Kamis, 04 Maret 2010

Sudut Lancip Cinta

Pria rapuh bawah kaki langit. Menghampar liar ia diatas rerumputan. Guratan wajahnya siratkan makna kehampaan, dan tubuh keringnya basah dijilati hujan kegalauan.
Nampak kurus tubuhnya dilahap lapar yang mendahaga, hingga separuh rusuknya hampir keluar menembus pembungkus tubuh. Kedua lengannya hampir hangus disantap alam yang tak ber’atap. Bungkusan kehidupan putih pun tak lagi berpedar pada dirinya.
Waktu yang sedemikian lama telah ia lewati. Tak kunjung berhenti sejenak walau hanya untuk menepi. Semburat cahaya putih yang sekejap hadir membelah langit, telah menuai rupa mimik wajah lesu yang ketakutan.
Keringatnya hambar, hatinya pun terlihat memucat. Cinta telah membuangnya ke dalam liang penderitaan. Menjatuhkan semua mimpi kedalam sumur yang ber’air keruh. Hingga kini, asmara hanyalah elegi fatamorgana yang muncul didalam kehidupan.
Beban yang tak lagi mampu terpikul menjelma didalam raut wajah keletihan. Tak lagi sudi ia dicumbu oleh sepi yang tak menggemingkan sisi ketenangan batinnya.
Merekahlah kesadaran! Sirnakan segera derita yang berlindung didalam ceritera lalu itu! Hentikan lah sekarang derai nyanyian pengemis dari harapmu! Apakah kau tahu, kau tak lebih baik dari seonggok daging yang mati jika hatimu sendiri telah menutup rapat jalur cinta dan kasih sayangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar