Penat telah menanti diujung jalan. Menunggu sembari bercengkrama dengan sang perih. Keriuhan nada minor mereka terdengar olehku, begitu sayup. Ku pakai kacamata batin, agar nampak gerakan apa yg terbit disela percakapan mereka. Dan jelas terlihat mereka tertawa sambil memegang sebilah pisau penyesalan milikku. Ketakutan pun mulai merasukiku. Ku rasakan seluruh tulang putihku bergetar gemeretak. Mungkin pilu yg ingin ia sampaikan padaku, atau mungkin ringis yg hendak ia beritakan kepadaku?
Kuhentikan laju langkah cinta ini sejenak, hanya untuk sekedar memperhatikan sesuatu yg ada disekelilingku. Namun, sia belaka, tak ada yg berguna, sebab hanya terlihat dinding dinding tebal yg mulai retak. Dan aku pun merajut kembali langkah yg terhenti dengan sedikit senyuman miris dimuka, lalu bergumam didalam hati "ujung semakin dan semakin dekat. Aku tak ingin semakin mendekati ujung perjalanan ini. Aku tak ingin menapak tanah dgn mata terbuka". Tuhan, tolong bungkus mata ini dengan selimut kekuatan dan maaf hanya mengingatmu disaat seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar