Basah sudah pengamatan pria penyedih.
Larutan air asin meleleh meresapi mimpinya.
Diatas kereta ia kini, bukanlah didalamnya.
Bertahan dari hembus angin yang kasar menampar harap.
Merangkai usaha untuk membangunkan impian yang terlelap.
Sayatan luka terlihat menggores rekahan senyumnya.
Rentetan cerita bahagianya hanyalah sejarah.
Ribuan busur panah tumpul telah ia lepaskan.
Namun tak menancap kuat meski mengena sasaran.
Tuhan.
Kini aku mengadu pada-Mu.
Sebab peluh ini telah membaluri seluruh tubuh.
Hingga kekecewaan hampir mengunci seluruh sudut asa.
Aral selalu merintangi haluan diri untuk berpijak.
Hingga azam nya niat suci mengambang didalam air mata.
Kini, biarkan lah kegagalan itu terus memaki pengorbanan.
Hingga kelak saatnya tiba, saat dimana airmata tak lagi dapat mendesah.
Aku yakin, jemari kehidupanku takkan pernah patah meski ia merapuh.
Meradanglah kini aku hingga penat bosan melekatkan dirinya pada sisi hati.
Kini aku menunggu Masa, Detik dan Menit.
Karena masa adalah sebuah saat bagi kesempatan untuk memunculkan dirinya.
Detik adalah masa bagiku untuk memilah langkah yang akan ku pilih.
Menitnya adalah penentuan setelah mendapatkan daftar hasil pilahan itu.
Hingga kelak kan ku rumuskan kedalam mimpi yang diterangi cahaya keberhasilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar