Kisruh kenaikan BBM alias Bahan Bakar Minyak kian hari kian meruncing. Di sejumlah jalanan mulai marak terlihat berbagai aksi para demonstran, keras menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah yang syarat akan pembunuhan karakter ini dengan spanduk berbagai slogan. Jelas sekali bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM pasti akan menimbulkan pembunuhan karakter masyarakat kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan meroketnya berbagai harga kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, pasca kenaikan tersebut, sedangkan langkah itu sama sekali tidak diiringi dengan perencanaan perbaikan standarisasi upah minimum regional kerja bagi masyarakat secara global. Di sinilah rontaan terhadap perencanaan ini berawal. Tak berimbangnya wacana yang diduga sebagai perencanaan matang pemerintah yang memaksa masyarakat menjerit hingga serak ini begitu tidak di imbangi dengan kebijakan lain yang berupa kenaikan upah dalam sektor industri pekerjaan masyarakat itu sendiri.
Dapat dilogikakan bahwa apabila BBM mengalami kenaikan, sedangkan upah/gaji yang diterima oleh masyarakat dalam kurun harian, mingguan hingga bulanan masih seperti upah/gaji yang lampau (pra kenaikan BBM), hal ini pasti akan berimbas pada makin besarnya biaya pengeluaran (cost) masyarakat untuk membeli bahan bakar minyak yang kenaikannya dirasa cukup signifikan tersebut. Sementara itu, untuk menutupi kebocoran tersebut, dengan terpaksa masyarakat harus mengurangi berbagai tuntutan kebutuhannya sedikit demi sedikit. Misalkan pra kenaikan, masyarakat dapat membeli beras sebanyak 5Kg untuk bertahan selama 2 minggu, maka pasca kenaikan, masyarakat hanya mampu membeli sebanyak 3Kg dan tidak dapat lagi bertahan selama 2 minggu. Ironiskah hal ini? Tunggu dulu, ini baru salah satu potret kebutuhan sandang saja, bagaimana apabila setiap item kebutuhan lainnya juga harus ikut dikurangi jumlahnya? Tentu dapat dikonklusikan masyarakat yang hidup pra kenaikan pun sudah begitu tersiksa, apa lagi bila dihadapkan dengan hari-hari pasca kenaikan.
Berpatok kepada prediksi logika di atas, maka dapat ditarik benang merah atas canangan perencanaan kenaikan BBM ini, yaitu keseharian masyarakat akan kian terpuruk dalam perjalanan kehidupannya. Namun, sebenarnya, dari sedikit ulasan yang telah diterakan pada paragraf sebelumnya juga dapat dijadikan sebuah saran bagi pemerintah, agar sebelum menaikkan harga BBM, terlebih dahulu harus mencanangkan program ideal bagi masyarakat, seperti menaikkan upah kerja secara global. Hal ini merupakan langkah vital bagi pemerintah untuk dapat menenangkan amukan masyarakat yang sedang berkecamuk sampai sekarang.
Apabila digali lebih dalam, bahkan dapat dimunculkan berbagai spekulasi khusus tentang "Mengapa Harga BBM Harus Naik?". Bukankah Indonesia merupakan sebuah negara yang begitu kaya akan rempah-rempahnya, ditambah lagi dengan kekayaan alam berupa hasil tambang emas, bouksit, batu bara, uranium, timah, dan lain sebagainya? Sudah tentu, memang begitulah adanya Indonesia. Kekayaan yang berlimpah ruah ini adalah sebuah anugrah yang memiliki gelora potensi bagi berbagai daerah yang ada di Indonesia apabila dapat dikelola dengan baik. Ambil sebuah contoh, sebuah daerah penghasil timah seperti Bangka Belitung sudah tentu memiliki Pendapatan Asli Daerah yang sangat besar. Lantas, mengapa tidak mensisihkan sedikit dari dana tersebut untuk mensubsidikan BBM? Apabila masih terdengar dalih dari para pejabat daerah yang mengatakan bahwa "Itu semua tidak cukup", maka hal itu dapat segera dibantahkan dengan sebuah pemikiran, yaitu mencanangkan program konversi penggunaan dana APBD para dewan perwakilan daerah. Konvensi penggunaan dana yang dimaksud adalah pengalihan penggunaan salah satu dari sekian banyak dana yang dialokasikan kepada dewan perwakilan daerah. Salah satunya adalah dana study banding para pejabat daerah. Dana tersebut dapat di alihkan atau digunakan untuk subsidi BBM di daerah yang bersangkutan. Ini bukanlah suatu siasat yang dipergunakan untuk menutup mati jalur perjalanan dinas pejabat daerah untuk keperluan study banding, tetapi lebih mendekati pengurangan rutinitas study banding itu sendiri. Apabila seandainya, study banding dilaksanakan sebanyak 4-5 kali per satu bulan, maka dengan adanya langkah konversi ini, pelaksanaan study banding hanya diadakan kurang lebih 1-2 kali per bulannya. Akhirnya, melalui strategi ini, anggaran study banding untuk kali ke 3, 4 dan 5 dapat digunakan untuk subsidi BBM. Namun, dalam hal ini harus dipertanyakan terlebih dahulu kepada para pejabat daerah itu sendiri, apakah mereka berani bertindak sedemikian rupa demi masyarakat yang telah memilih dan mengangkat mereka sebagai wakil di daerahnya? Bila memang setuju, didapat kesimpulan bahwa memang benar pejabat tersebut pantas untuk menyandang gelar sebagai wakil rakyat. Namun bila jawaban yang dikeluarkan adalah sebaliknya atau tidak, maka jelas yang bersangkutan bukan merupakan wakil rakyat yang dipilih untuk mensejahterakan rakyatnya, melainkan hanya wakil bagi anak istri demi memenuhi kesejahteraan keluarga dan kelompok tertentu. Perlu di ingat bahwa tindakan dari mereka yang mengumandangkan persetujuan atas konvensi tersebut sesungguhnya bukan merupakan ajang balas budi untuk masyarakat yang pernah memilihnya sebagai wakil, akan tetapi semua itu merupakan kebijakan seorang wakil rakyat yang memang ingin berbuat untuk melindungi dan mengayomi masyarakatnya dengan sepenuh hati sesuai dengan hati nuraninya.
Dapat dibayangkan apabila tindakan diatas dilaksanakan oleh seluruh wakil rakyat didaerah, dipastikan akan dapat meredam api amarah masyarakat yang menggila karena perencanaan kenaikan BBM ini. Selain itu, ditemukan solusi baru untuk menanggulangi kenaikan harga BBM yang di kemudian hari tidak akan membuat jebol atau jeblok APBN kita. Akan tetapi, di zaman kini, masih adakah keajaiban yang seperti ini? Entah. Bersama kita sadar bahwa hidup didunia hanyalah sementara semata. Tak ada yang istimewa dimata Allah S.W.T., selain amal perbuatannya selama hidup didunia. Wallahua'lam.....
Semoga Wakil Rakyat kita memang benar-benar jelmaan utuh dari seluruh pemikiran rakyat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar