Kita... Ya hanya kita yang merasakan semua. Mungkin mereka juga pernah. Tapi yakinlah, tiap peristiwa pasti timbulkan perbedaan. Mereka disana, sedangkan kau jelas tahu bahwa kita disini. Maka jangan lagi kau bertanya dan aku menjawab.
Sudah langkah kita derapkan suara ditengah tanah - tanah yang pecah sewaktu kita berpijak. Juga sudah diatas lumpur dibawah tumpahnya air langit kemarin kita membuat jejak perjalanan. Apakah masih kau memegang gembok yang harus dicari kuncinya? Jika memang masih, maka lafas ku masih izinkan lafazmu untuk mencoba membuka gembokmu. Hanya ku minta padamu, tolong jaga selalu kata yang segera akan melirih ini.
Apakah hanya itu tanyamu, Kasih? Mengapa tiada telingaku bisa menjamah apa yang kau utarakan? Oooh, baru aku tersadar, ternyata tanyamu bisu. Hanya dengan diam itukah mestinya kau ungkapkan rahasia hatimu yang belum tersembul?
Masih kau membisu.... Buat pedar bibir ini serasa ingin memaki. Ayolah keluarkan suara indahmu. Setidaknya bentuklah senyum diroman wajah menawan itu agar bisa kupetik nada indah dari instrumen yang tengah ada dipelukku sekarang. Kita mainkan irama kesejukan agar dapat sedikit mendinginkan dunia ini.
Kembangkan perlahan, Kasih. Akan ku pancing dengan iramaku supaya dapat memekarkannya...........................................................................................
"Aaaakkhhh.... Akhirnya menyeringai juga". Seperti meteor yang hanya terlihat beberapa tahun sekali, itulah senyummu disaat ini. Walau melebar terukir, namun kemolekan tak pernah enggan meninggalkannya.
Terimakasih, Kasih...... Kau telah menanggalkan kekusutan atas pertanyaan yang belum terjawab tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar