Rabu, 09 Januari 2013

Meneladani Pangeran Diponegoro

Di lahirkan pada tanggal 11 November 1785 dan wafat pada tanggal 8 Januari 1855, Dipanegara atau Diponegoro adalah salah satu pahlawan yang berasal dari pulau Jawa. Beliau merupakan seorang pahlawan yang bergelar pangeran karena merupakan anak tunggal dari Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta.


Berbekal tekad dan semangat, Pangeran Diponegoro dan penduduk Jawa bersatu menggalang kekuatan untuk menggempur dan melengserkan jajahan Belanda dari pulau Jawa. Meskipun pada akhirnya, ia sendiri harus tertangkap dan kemudian diasingkan ke Manado karena tipu daya Belanda, tapi sebelumnya ia sudah membuat Belanda sangat kewalahan. Besarnya biaya perang yang telah dikeluarkan dan tumbangnya 8.000 orang prajurit Belanda merupakan bukti perjuangan yang telah dilangsungkan oleh penduduk Jawa atas komando dari Pangeran Diponegoro.


Hal menarik dari Pangeran Diponegoro adalah ia dikenal karena kepribadiannya yang baik. Beberapa diantaranya adalah sikap rendah hati, merakyat, rela berkorban dan tidak tamak. Tak banyak sumber dan literatur yang dapat mengungkap keseluruhan utuh dari Beliau. Namun, sikap-sikap yang sudah terungkap, seyogyanya harus menjadi panutan bagi para pejabat negara yang hidup dizaman sekarang agar dapat merubah masa depan bangsa dan negara.



Karakteristik Sang Pangeran

Jauh sebelum perang antara Pangeran Diponegoro beserta penduduk Jawa dan Belanda atau yang lebih dikenal dengan Perang Sabil terjadi, Pangeran Diponegoro sempat akan diangkat menjadi Raja Mataram oleh Ayahandanya, Hamengkubuwono III. Namun dengan segala kerendahan hati, Beliau menolak halus permintaan Ayahandanya tersebut dengan alasan bahwa ia lebih bahagia jika dapat hidup sebagai seorang pangeran dan membaur ditengah-tengah masyarakat.


Peristiwa penolakan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro tadi merupakan salah satu dari sekian banyak karakteristik positif yang dimiliki oleh Beliau. Hal ini jelas menggambarkan bahwa Beliau adalah sosok makhluk sosial yang sama sekali tidak haus akan jabatan, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Beliau memiliki sifat rendah hati dan tidak tamak atau serakah sekaligus berjiwa kerakyatan.


Sifat lain yang bersemayam didalam pribadi Pangeran Diponegoro adalah sifat rela berkorban demi kepentingan penduduk. Selama Belanda menjajah kepulauan Jawa dengan strategi Pecah Belah dan Perintah atau sering disebut dengan Divide and Rule. Meluasnya penerapan sejumlah biaya pajak kepada penduduk sehingga kian membebani dan menambah penderitaan penduduk dan penggunaan kebudayaan dan kebiasaan barat seperti melakukan hubungan seks pranikah, menenggak minuman keras, dll di kepulauan Jawa oleh para petinggi kerajaan dinilai sebagai suatu hal istimewa dan menyenangkan. Namun keseluruhan hal ini ditolak oleh orang-orang tua karena dinilai memberatkan dan bertolak belakang dengan kebudayaan asli penduduk Jawa. Salah satu dari yang menolak hal itu adalah Pangeran Diponegoro yang dikenal sangat taat dan patuh terhadap agama Islam. Beliau merasa iba dan prihatin sekaligus khawatir terhadap masa depan penduduk. Kemarahan Beliau terhadap Belanda pun semakin memuncak ketika Belanda dengan semena-mena memutuskan untuk membuat jalan dan memasang patok-patok perencanaan jalan tersebut mengenai seluruh areal pemakaman leluhur penduduk, termasuk didalamnya makam leluhur Pangeran Diponegoro. Tindakan inilah yang memunculkan pemberontakan pertama yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro sehingga lambat laun menyebabkan peperangan terhadap Belanda.


Lagi-lagi sekelumit peristiwa tadi jelas menggambarkan bahwa didalam diri Beliau tertanam sifat pejuang dan rela berkorban demi penduduk. Bahkan tidak hanya dedikasi tindakan yang dipersembahkan oleh Beliau kepada penduduk, namun nyawa pun rela dipertaruhkan demi merubah masa depan penduduk Jawa.



Belajar Dari Pangeran Diponegoro

Di tahun 2013 ini, sudah sepantasnya para pejabat negara Indonesia belajar meniru dan menerapkan karakteristik yang ada pada Pangeran Diponegoro agar dapat menggugah dan merubah pandangan serta pemikiran rakyat sipil yang selama ini telah terbebani dan merasakan penderitaan berkepanjangan akibat praktek yang bersumber dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.


Tidak berlebihan kiranya Pangeran Diponegoro, dengan sedemikian karakteristiknya, dizaman sekarang ini di ibaratkan sebagai pejabat anti korupsi. Banyak hal positif yang kiranya dapat dipetik dari Beliau. Tentunya para pejabat negara dapat memetik sikap mental Beliau yang senantiasa tidak haus akan jabatan, sekalipun jabatan itu diberikan secara halal oleh Ayahandanya. Prinsip "cukup dengan yang ada sekarang dan mengoptimalkannya" adalah sebuah prinsip tepat untuk merubah wajah negara ini. Memang, bukan menjadi persoalan bila seorang pejabat menginginkan jabatan yang lebih tinggi dari yang ada padanya sekarang. Namun, apakah pantas menginginkan jabatan lebih tinggi sedangkan tugas dan fungsi pada jabatan yang sedang dijalankan sekarang belum optimal, bahkan masih jauh dari optimal?


Di samping itu, yang harus dipelajari secara perlahan dari Pangeran Diponegoro adalah membangun sikap protektif dalam menjaga kebudayaan dan kebiasaan asli dari daerahnya. Karakteristik Beliau yang satu ini dipandang cukup mudah untuk dipelajari namun cukup sulit untuk dilakukan. Mengingat globalisasi telah memasuki berbagai wilayah Indonesia, maka tak heran bila diperlukan kerja keras ekstra untuk menerapkannya. Sudah selayaknya para pejabat negara terlebih dahulu berperan aktif dalam hal ini, karena apabila masyarakat yang memulai peran aktif, maka dikhawatirkan pemerintah hanya akan selalu bermalas-malasan dan mendukung tindakan itu dengan setengah hati. Oleh karena itu, tak heran jika banyak ditemukan ormas-ormas dengan semangat menggebu berujung vakum dari pegerakan melestarikan dan menjaga kebudayaan dan kebiasaan asli daerahnya. Dan, pada akhirnya seluruh usaha ini akan berimbas kepada persatuan dan kesatuan bangsa.


Sikap rendah hati, merakyat dan rela berkorban pun juga tidak kalah pentingnya untuk ditumbuh-kembangkan ke dalam perasaan dan pemikiran setiap pejabat negara, karena sejatinya pejabat negara adalah penjelmaan dari unsur tekad, semangat dan keinginan positif masyarakat. Yang harus disadari adalah bahwa tanpa masyarakat, sudah tentu tidak akan ada pejabat. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap pejabat negara harus menanamkan dan memelihara ketiga bibit karakter ini agar dapat menciptakan mindset baru kedalam pikiran masyarakat. Sudah tentu bahwa sikap rendah hati akan menggiring setiap pejabat negara kepada sikap tidak mudah tersinggung dan lapang dada. Sedangkan sikap merakyat merupakan kunci keberhasilan seseorang sebagai makhluk sosial untuk dapat menjalin dan membangun hubungan emosional positif terhadap masyarakat. Sikap merakyat akan menghasilkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Sementara, sikap rela berkorban adalah sebuah sikap nyata yang akan menciptakan kecintaan dan kasih sayang dari masyarakat. Apabila kesemua ini tetap dijaga, maka keseluruhan energi positif yang muncul dari implementasi ini lama kelamaan akan menggenerasi dan memicu kebudayaan serta kebiasaan baru yang positif pula.


Penulis merasa bahwa karakteristik dari Pangeran Diponegoro saat ini telah dan sedang diterapkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Entah secara sengaja atau tidak, bahkan mungkin secara kebetulan, secara langsung Gubernur satu ini telah mengamalkan karakteristik yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro. Di lihat dari sisi kepribadiannya, Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 ini sangat kental dengan sikap rendah hati, merakyat dan rela berkorban demi penduduk DKI Jakarta. Terkait perihal jabatan yang lebih tinggi yang diinginkan oleh Jokowi, sesuai dengan prinsip optimalisasi tugas dan fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, Penulis setuju untuk mengatakan bahwa tidak ada yang harus dikritisi sehubungan dengan jabatan yang lebih tinggi dari jabatan yang dilakoni sebelumnya. Hal ini jelas, karena pada kenyataannya, selama menjabat sebagai Walikota Solo, optimalisasi kinerja telah dilakukan. Selain itu ia juga pernah masuk nominasi sebagai kandidat Walikota terbaik versi City Mayors Foundation.


Sebenarnya, secara de fakto, DKI Jakarta merupakan kiblat pemerintahan bagi kepulauan lainnya. Apabila tata pemerintahan DKI Jakarta dapat diperbaiki dan berjalan dengan baik, maka diyakini, provinsi lainnya akan ikut serta memperbaiki sistem pemerintahannya. Akan tetapi, kita tidak bisa jika hanya berpangku tangan dengan melihat dan menunggu saja. Seiring itu, mulai dari sekarang, kita juga diharuskan untuk belajar dan menerapkan karakteristik Pangeran Diponegoro secara perlahan. Tak ketinggalan pula, selain dari Beliau, karakteristik para Pahlawan lainnya juga harus diamalkan oleh setiap pejabat dan penduduk sipil. Lagi pula tidak sepantasnya kita menyia-nyiakan tiap tetes keringat dan darah yang telah ditumpahkan oleh para pahlawan dan pejuang terdahulu.

Pernah dimuat pada Opini Harian Pagi Bangka Pos edisi 11 Januari 2013
Klik : Meneladani Pangeran Diponegoro

1 komentar:

  1. bagus nih artikelnya
    salam kenal http://maswidikira.blogspot.com/

    BalasHapus