Di
lahirkan pada tanggal 11 November 1785 dan wafat pada tanggal 8 Januari 1855,
Dipanegara atau Diponegoro adalah salah satu pahlawan yang berasal dari pulau
Jawa. Beliau merupakan seorang pahlawan yang bergelar pangeran karena merupakan
anak tunggal dari Hamengkubuwono III, seorang
raja Mataram di Yogyakarta.
Berbekal
tekad dan semangat, Pangeran Diponegoro dan penduduk Jawa bersatu menggalang
kekuatan untuk menggempur dan melengserkan jajahan Belanda dari pulau Jawa.
Meskipun pada akhirnya, ia sendiri harus tertangkap dan kemudian diasingkan ke
Manado karena tipu daya Belanda, tapi sebelumnya ia sudah membuat Belanda
sangat kewalahan. Besarnya biaya perang yang telah dikeluarkan dan tumbangnya
8.000 orang prajurit Belanda merupakan bukti perjuangan yang telah
dilangsungkan oleh penduduk Jawa atas komando dari Pangeran Diponegoro.
Hal
menarik dari Pangeran Diponegoro adalah ia dikenal karena kepribadiannya yang
baik. Beberapa diantaranya adalah sikap rendah hati, merakyat, rela berkorban
dan tidak tamak. Tak banyak sumber dan literatur yang dapat mengungkap
keseluruhan utuh dari Beliau. Namun, sikap-sikap yang sudah terungkap,
seyogyanya harus menjadi panutan bagi para pejabat negara yang hidup dizaman
sekarang agar dapat merubah masa depan bangsa dan negara.
Karakteristik Sang Pangeran
Jauh
sebelum perang antara Pangeran Diponegoro beserta penduduk Jawa dan Belanda
atau yang lebih dikenal dengan Perang Sabil terjadi, Pangeran Diponegoro sempat
akan diangkat menjadi Raja Mataram oleh Ayahandanya, Hamengkubuwono III. Namun
dengan segala kerendahan hati, Beliau menolak halus permintaan Ayahandanya
tersebut dengan alasan bahwa ia lebih bahagia jika dapat hidup sebagai seorang
pangeran dan membaur ditengah-tengah masyarakat.
Peristiwa
penolakan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro tadi merupakan salah satu
dari sekian banyak karakteristik positif yang dimiliki oleh Beliau. Hal ini
jelas menggambarkan bahwa Beliau adalah sosok makhluk sosial yang sama sekali tidak
haus akan jabatan, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Beliau memiliki sifat
rendah hati dan tidak tamak atau serakah sekaligus berjiwa kerakyatan.
Sifat
lain yang bersemayam didalam pribadi Pangeran Diponegoro adalah sifat rela
berkorban demi kepentingan penduduk. Selama Belanda menjajah kepulauan Jawa
dengan strategi Pecah Belah dan Perintah atau sering disebut dengan Divide and Rule. Meluasnya penerapan
sejumlah biaya pajak kepada penduduk sehingga kian membebani dan menambah
penderitaan penduduk dan penggunaan kebudayaan dan kebiasaan barat seperti
melakukan hubungan seks pranikah, menenggak minuman keras, dll di kepulauan
Jawa oleh para petinggi kerajaan dinilai sebagai suatu hal istimewa dan
menyenangkan. Namun keseluruhan hal ini ditolak oleh orang-orang tua karena
dinilai memberatkan dan bertolak belakang dengan kebudayaan asli penduduk Jawa.
Salah satu dari yang menolak hal itu adalah Pangeran Diponegoro yang dikenal
sangat taat dan patuh terhadap agama Islam. Beliau merasa iba dan prihatin sekaligus
khawatir terhadap masa depan penduduk. Kemarahan Beliau terhadap Belanda pun
semakin memuncak ketika Belanda dengan semena-mena memutuskan untuk membuat
jalan dan memasang patok-patok perencanaan jalan tersebut mengenai seluruh
areal pemakaman leluhur penduduk, termasuk didalamnya makam leluhur Pangeran
Diponegoro. Tindakan inilah yang memunculkan pemberontakan pertama yang
dilakukan oleh Pangeran Diponegoro sehingga lambat laun menyebabkan peperangan
terhadap Belanda.
Lagi-lagi
sekelumit peristiwa tadi jelas menggambarkan bahwa didalam diri Beliau tertanam
sifat pejuang dan rela berkorban demi penduduk. Bahkan tidak hanya dedikasi
tindakan yang dipersembahkan oleh Beliau kepada penduduk, namun nyawa pun rela
dipertaruhkan demi merubah masa depan penduduk Jawa.
Belajar Dari Pangeran Diponegoro
Di
tahun 2013 ini, sudah sepantasnya para pejabat negara Indonesia belajar meniru
dan menerapkan karakteristik yang ada pada Pangeran Diponegoro agar dapat
menggugah dan merubah pandangan serta pemikiran rakyat sipil yang selama ini
telah terbebani dan merasakan penderitaan berkepanjangan akibat praktek yang
bersumber dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Tidak
berlebihan kiranya Pangeran Diponegoro, dengan sedemikian karakteristiknya,
dizaman sekarang ini di ibaratkan sebagai pejabat anti korupsi. Banyak hal
positif yang kiranya dapat dipetik dari Beliau. Tentunya para pejabat negara
dapat memetik sikap mental Beliau yang senantiasa tidak haus akan jabatan,
sekalipun jabatan itu diberikan secara halal oleh Ayahandanya. Prinsip
"cukup dengan yang ada sekarang dan mengoptimalkannya" adalah sebuah
prinsip tepat untuk merubah wajah negara ini. Memang, bukan menjadi persoalan
bila seorang pejabat menginginkan jabatan yang lebih tinggi dari yang ada padanya
sekarang. Namun, apakah pantas menginginkan jabatan lebih tinggi sedangkan
tugas dan fungsi pada jabatan yang sedang dijalankan sekarang belum optimal,
bahkan masih jauh dari optimal?
Di
samping itu, yang harus dipelajari secara perlahan dari Pangeran Diponegoro adalah
membangun sikap protektif dalam menjaga kebudayaan dan kebiasaan asli dari
daerahnya. Karakteristik Beliau yang satu ini dipandang cukup mudah untuk
dipelajari namun cukup sulit untuk dilakukan. Mengingat globalisasi telah
memasuki berbagai wilayah Indonesia, maka tak heran bila diperlukan kerja keras
ekstra untuk menerapkannya. Sudah selayaknya para pejabat negara terlebih
dahulu berperan aktif dalam hal ini, karena apabila masyarakat yang memulai
peran aktif, maka dikhawatirkan pemerintah hanya akan selalu bermalas-malasan
dan mendukung tindakan itu dengan setengah hati. Oleh karena itu, tak heran
jika banyak ditemukan ormas-ormas dengan semangat menggebu berujung vakum dari
pegerakan melestarikan dan menjaga kebudayaan dan kebiasaan asli daerahnya.
Dan, pada akhirnya seluruh usaha ini akan berimbas kepada persatuan dan
kesatuan bangsa.
Sikap
rendah hati, merakyat dan rela berkorban pun juga tidak kalah pentingnya untuk
ditumbuh-kembangkan ke dalam perasaan dan pemikiran setiap pejabat negara,
karena sejatinya pejabat negara adalah penjelmaan dari unsur tekad, semangat
dan keinginan positif masyarakat. Yang harus disadari adalah bahwa tanpa
masyarakat, sudah tentu tidak akan ada pejabat. Oleh karena itu, sudah
selayaknya setiap pejabat negara harus menanamkan dan memelihara ketiga bibit
karakter ini agar dapat menciptakan mindset
baru kedalam pikiran masyarakat. Sudah tentu bahwa sikap rendah hati akan
menggiring setiap pejabat negara kepada sikap tidak mudah tersinggung dan
lapang dada. Sedangkan sikap merakyat merupakan kunci keberhasilan seseorang
sebagai makhluk sosial untuk dapat menjalin dan membangun hubungan emosional
positif terhadap masyarakat. Sikap merakyat akan menghasilkan kepercayaan yang
tinggi dari masyarakat. Sementara, sikap rela berkorban adalah sebuah sikap
nyata yang akan menciptakan kecintaan dan kasih sayang dari masyarakat. Apabila
kesemua ini tetap dijaga, maka keseluruhan energi positif yang muncul dari
implementasi ini lama kelamaan akan menggenerasi dan memicu kebudayaan serta
kebiasaan baru yang positif pula.
Penulis
merasa bahwa karakteristik dari Pangeran Diponegoro saat ini telah dan sedang
diterapkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Entah secara sengaja atau tidak,
bahkan mungkin secara kebetulan, secara langsung Gubernur satu ini telah
mengamalkan karakteristik yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro. Di lihat dari
sisi kepribadiannya, Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 ini sangat kental
dengan sikap rendah hati, merakyat dan rela berkorban demi penduduk DKI Jakarta.
Terkait perihal jabatan yang lebih tinggi yang diinginkan oleh Jokowi, sesuai
dengan prinsip optimalisasi tugas dan fungsi yang telah disebutkan sebelumnya,
Penulis setuju untuk mengatakan bahwa tidak ada yang harus dikritisi sehubungan
dengan jabatan yang lebih tinggi dari jabatan yang dilakoni sebelumnya. Hal ini
jelas, karena pada kenyataannya, selama menjabat sebagai Walikota Solo,
optimalisasi kinerja telah dilakukan. Selain itu ia juga pernah masuk nominasi
sebagai kandidat Walikota terbaik versi City
Mayors Foundation.
Sebenarnya,
secara de fakto, DKI Jakarta merupakan kiblat pemerintahan bagi kepulauan
lainnya. Apabila tata pemerintahan DKI Jakarta dapat diperbaiki dan berjalan
dengan baik, maka diyakini, provinsi lainnya akan ikut serta memperbaiki sistem
pemerintahannya. Akan tetapi, kita tidak bisa jika hanya berpangku tangan
dengan melihat dan menunggu saja. Seiring itu, mulai dari sekarang, kita juga
diharuskan untuk belajar dan menerapkan karakteristik Pangeran Diponegoro
secara perlahan. Tak ketinggalan pula, selain dari Beliau, karakteristik para
Pahlawan lainnya juga harus diamalkan oleh setiap pejabat dan penduduk sipil.
Lagi pula tidak sepantasnya kita menyia-nyiakan tiap tetes keringat dan darah
yang telah ditumpahkan oleh para pahlawan dan pejuang terdahulu.
Pernah dimuat pada Opini Harian Pagi Bangka Pos edisi 11 Januari 2013
Klik : Meneladani Pangeran Diponegoro
Pernah dimuat pada Opini Harian Pagi Bangka Pos edisi 11 Januari 2013
Klik : Meneladani Pangeran Diponegoro
bagus nih artikelnya
BalasHapussalam kenal http://maswidikira.blogspot.com/