Kamis, 09 Desember 2010

Geram

Lumpuh kata, hingga tak kuasa untuk ku berujar. Hanya bergetar, sebab luka dalam duka yang tercipta jelang fajar tadi telah menghentikan derap bibir ini berujar, dan akhirnya koyak sudah ingatan terhadap luka lama itu ditembus oleh tajam aroma kebencian.

Betapa bodohnya aku. Mengapa tak segera tersadar oleh dera yang kerap memaksa kemarin. Inilah akibatnya jika hanya menunggu. Termenung pasif tanpa gerak meski harap tebal telah mengakar pada sendi-sendi kehidupan yang lalu. Selalu kelu yang hadir untuk berkisah. Tanpa kesah, sebab mereka telah resah dan putus untuk berpisah.

Sesaat sebelum matahari terbenam, dan kembali aku diperkosa lagi oleh waktu. Detik jarum tanpa suara, bahkan detak jantung pun tiada irama. Habis terasa sukma dilahap masa yang berjalan. Lari dan hilang tertelan gelapnya kulit senja.

Hitam yang menyeringai. Pada ruangnya aku mulai meraba. Alihkan raga menjelma serupa mata kasar untuk melihat. Bukan seperti menapak aku berjalan, melainkan meniti aku menapak. Sebab tatapan tak pernah meninggalkan gambar pada memori penjejak.

Tubrukan terus menguji ku. Kesanggupan pun mulai timpang didera rasa. Tak mampu untuk sembunyikan kekesalan lebih jauh dari setengah malam ini. Mengutuk aku membenci kehidupan seekor merpati dan gagak yang sempat berdendang bersama kemarin. Lelah terpuruk akhirnya menukik jatuh menghantam tanah basah yang menghisap.

Terperangkap..... Didesak lumpur aku masih bernafas. Tak lagi dapat berontak aku terdiam. Hanya memasrahkan diri kepada sang Illahi, akan apa yang akan terjadi nanti........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar